Latar
Belakang
Pemanasan global
atau Global Warming adalah
adanya proses peningkatan suhu
rata rata atmosfer,
laut,
dan daratan Bumi. Suhu
rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on
Climate Change
(IPCC)
menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global
sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya
konsentrasi gas-gas rumah kaca
akibat aktivitas manusia melalui efek
rumah kaca”. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan
oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains
nasional dari negara-negara G8.
Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan
yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.
Menurut para ahli pemanasan global ini di akibatkan oleh
effek gas rumah kaca. Meningkatnya gas rumah kaca (GRK). Apa itu Gas Rumah Kaca ? Atmosfer bumi terdiri dari
ber macam-macam
gas dengan fungsi yang berbeda-beda. Kelompok gas yang
menjaga suhu permukaan bumi agar tetap
hangat dikenal dengan istilah “gas rumah kaca”. Disebut
gas rumah kaca karena sistem kerja gas-gas tersebut di
atmosfer bumi mirip dengan cara kerja rumah
kaca yang berfungsi menahan panas matahari di dalamnya
agar suhu di dalam rumah kaca tetap hangat, dengan begitu tanaman di dalamnya pun akan dapat
tumbuh dengan baik karena memiliki panas matahari yang
cukup.
Gambar Proses Pemanasan Global dan Effek
Rumah Kaca sumber: http://mbojo. Filles
worldpress.com
Planet
kita pada dasarnya membutuhkan gas-gas tesebut untuk menjaga kehidupan di
dalamnya. Tanpa keberadaan gas rumah kaca, bumi akan menjadi
terlalu dingin untuk di tinggali karena tidak adanya
lapisan yang mengisolasi panas matahari. Sebagai
perbandingan, planet mars yang memiliki lapisan atmosfer
tipis dan tidak memiliki efek rumah kaca memiliki
temperatur rata-rata -32o Celcius.
Kontributor
terbesar pemanasan global saat ini adalah CO2 (Karbon
dioksida),CH4(Metan) dan N2O (Nitrous Oksida), HFCs
(Hydrofluorocarbons), PFCs (Perfluorocarbons) and SF6 (Sulphur
hexafluoride) yang berada di atmosfer dihasilkan dari berbagai kegiatan manusia
terutama yang berhubungan dengan pembakaran bahan bakar fosil (minyak, gas, dan
batubara) seperti pada pembangkitan tenaga listrik, kendaraan bermotor, AC,
komputer, memasak. Selain itu GRK juga dihasilkan dari pembakaran dan
penggundulan hutan serta aktivitas pertanian dan peternakan. GRK yang
dihasilkan dari kegiatan tersebut, seperti karbondioksida, metana, dan
nitroksida, menyebabkan meningkatnya konsentrasi GRK di atmosfer.
Setiap gas rumah kaca memiliki efek pemanasan global yang berbeda- beda.
Beberapa gas menghasilkan efek pemanasan lebih parah dari
CO2. Sebagai contoh sebuah molekul metan menghasilkan efek pemanasan 23 kali dari molekul CO2.
Molekul NO bahkan menghasilkan efek pemanasan
sampai 300 kali dari molekul
CO2. Gas-gas lain
seperti chlorofluorocarbons (CFC) ada yang menghasilkan efek
pemanasan hingga ribuan kali dari CO2.
Tetapi untungnya
pemakaian CFC telah dilarang di banyak negara karena
CFC telah lama dituding sebagai penyebab rusaknya lapisan ozon.
Permasalahan
Dari latar
belakang tersebut diatas maka dalam makalah ini penulis mengangkat permasalahan
sebagai berikut :
1.
Bagaimanakah
dampak pemanasan global terhadap perubahan iklim
2.
Bagaimanakah
dampak pemansan global terhadap produksi pertanian
Pembahasan
1. Dampak Pemanasan Global
Terhadap Perubahan Iklim
1.1
Dampak pemanasan global terhadap suhu
Berubahnya komposisi gas rumah kaca (GRK) di
atmosfer, yaitu meningkatnya konsentrasi GRK secara global akibat kegiatan
manusia menyebabkan sinar matahari yang tidak terserap permukaan bumi akan
dipantulkan kembali dari permukaan bumi ke angkasa. Setelah dipantulkan kembali
berubah menjadi gelombang panjang yang berupa energi panas. Namun sebagian dari
energi panas tersebut tidak dapat menembus kembali atau lolos keluar ke
angkasa, karena lapisan gas-gas atmosfer sudah terganggu komposisinya.
Akibatnya energi panas yang seharusnya lepas keangkasa (stratosfer) menjadi
terpancar kembali ke permukaan bumi (troposfer) atau adanya energi panas
tambahan kembali lagi ke bumi dalam kurun waktu yang cukup lama, sehingga lebih
dari dari kondisi normal, inilah efek rumah kaca berlebihan karena komposisi
lapisan gas rumah kaca di atmosfer terganggu, akibatnya memicu naiknya suhu
rata-rata dipermukaan bumi maka terjadilah pemanasan global. Karena suhu adalah
salah satu parameter dari iklim dengan begitu berpengaruh pada iklim bumi,
terjadilah perubahan iklim secara global.
Peningkatan suhu permukaan bumi pemanasan Global berdampak langsung pada terus mencairnya
es di daerah kutub utara dan kutub selatan. Es di Greenland yang
telah mencair hampir mencapai 19 juta ton! Dan volume es di Artik pada musim panas 2007 hanya tinggal setengah dari yang ada 4 tahun sebelumnya!
Mencairnya es saat ini
berjalan jauh lebih cepat dari model-model prediksi yang pernah diciptakan oleh
para ilmuwan. Beberapa prediksi awal yang pernah dibuat sebelumnya memperkirakan bahwa seluruh es di kutub akan
lenyap pada tahun 2040 sampai 2100. Tetapi
data es tahunan yang tercatat hingga tahun 2007 membuat
mereka berpikir ulang mengenai model pre diksi yang telah dibuat sebelumnya.
Menurut peneliti, bongkahan es berbentuk lempengan
yang sangat besar itu mengambang permanen di sekitar
1.609 kilometer selatan Amerika Selatan, barat daya
Semenanjung Antartika. Padahal, diyakini bongkahan es itu berada di sana sejak
1.500 tahun lalu. “Ini akibat pemanasan global,” ujar
ketua peneliti NSIDC Ted Scambos. Menurutnya, lempengan
es yang disebut Wilkins Ice Shelf itu sangat jarang
runtuh. Sekarang, setelah adanya perpecahan itu, bongkahan es yang tersisa tinggal 12.950 kilo- meter
persegi, ditambah 5,6 kilometer potongan es yang
berdekatan dan menghubungkan dua pulau. “Sedikit lagi,
bongkahan es terakhir ini bisa turut amblas. Dan, separo
total area es bakal hilang dalam beberapa tahun mendatang.
Pencairan es di kutub ini secara langsung akan meningkatnya
permukaan laut, bergesernya garis pantai, musim kemarau yang berkepanjangan,
periode musim hujan yang semakin singkat, namun semakin tinggi intensitasnya,
dan anomaly-anomali iklim seperti El Nino – La Nina. Hal-hal ini kemudian akan
menyebabkan sering terjadinya banjir
rob, tenggelamnya beberapa pulau dan berkurangnya luas daratan,
1.2
Dampak
pemanasan Global terhadap curah hujan
Menurut beberapa ahli telah terjadi perubahan iklim yang
salah satu indikasinya adalah perubahan pola hujan, akibat adanya anomali iklim
seperti siklon tropis dan dan kejadian El Nino dan La Nina.
Hujan merupakan
unsur fisik lingkungan yang paling bervariasi, terutama di daerah tropis. Boer
(2003) mengatakan bahwa hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di
Indonesia karena keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu maupun tempat,
oleh karena itu kajian tentang iklim lebih banyak diarahkan pada faktor hujan.
Menurut Ana
Turyanti (2006) Hujan dipandang sebagai salah satu variabel peramalan cuaca dan
iklim yang sangat penting karena mempengaruhi aktivitas kehidupan manusia di
berbagai sektor seperti pertanian, perhubungan, perdagangan, kesehatan,
lingkungan hidup dan sebagainya. Namun demikian, hujan merupakan salah satu
variabel atmosfer yang paling sulit diprediksi, dan pada saat ini masih
merupakan tantangan yang besar bagi para peneliti meteorologi. Dari sejumlah
model yang digunakan di dunia pada saat ini, belum satupun yang dapat memberi
prediksi hujan yang cukup baik, terutama untuk wilayah katulistiwa. Wilayah ini
memang memiliki tingkat non-liearitas yang tinggi, sehingga kondisi atmosfer di
wilayah ini lebih sulit diprediksi dibandingkan dengan wilayah di lintang
tinggi. Kenapa? Karena faktor
penyebab hujan itu sangat banyak. Secara umum keragaman hujan di Indonesia
sangat dipengaruhi oleh keberadaannya di garis katulistiwa, aktifitas moonson,
bentangan samudera Pasifik dan Hindia serta bentuk topografi yang sangat
beragam. Gangguan siklon tropis (El-Nino, La-Nina, Madden Julian
Oscillation (MJO) dan angin badai) diperkirakan juga ikut berpengaruh
terhadap keragaman curah hujan.
Normalnya daerah
indonesia adalah daerah bebas dari kejadian siklon tropis, dimana menurut
tjasyono (2004) 65% kejadian siklon tropis terjadi di antara 10o dan
20o dari equator. Akan tetapi efek dari siklon tropis dapat
mempengaruhi kondisi cuaca di sekitarnya meliputi curah hujan yang tinggi,
angin kencang dan gelombang badai (strom surge). Seringnya terjadi anomali atau
penyimpangan ini mungkin disebabkan oleh efek pemanasan global, sehingga proses
penyeimbangan panas atau suhu bumi sebagai faktor penggerak cuaca juga
mengalami perubahan sehingga mengakibatkan semakin sulit memprediksi awal musim
penghujan dan musim kemarau yang sangat penting bagi sektor pertanian seta
munculnya siklon tropis yang tidak pada waktu dan tempatnya.
2.
Dampak Pemanasan Global Terhadap Produksi
Pertanian
Global
warming mempengaruhi pola presipitasi, evaporasi, water run-off, kelembaban
tanah dan variasi iklim yang sangat fluktuatif yang secara keseluruhan
mengancam keberhasilan produksi pangan. Kajian terkait dampak perubahan iklim
pada bidang pertanian oleh National Academy of Science/NAS (2007) menunjukkan
bahwa pertanian di Indonesia telah dipengaruhi secara nyata oleh adanya variasi
hujan tahunan dan antar tahun yang disebabkan oleh Austral-Asia Monsoon and El
Nino-Southern Oscilation (ENSO).
Sebagaimana dilaporkan
oleh FAO (1996), kekeringan akibat kemarau panjang yang merupakan efek El Nino
pada tahun 1997 telah menyebabkan gagalnya produksi padi dalam skala yang
sangat besar yaitu mencakup luasan 426.000 ha. Selain tanaman padi, komoditas
pertanian non-pangan yang lain seperti kopi, coklat, karet dan kelapa sawit
juga mengalami penurunan produksi yang nyata akibat adanya kemarau
panjang. Suatu simuasi model yang dikembangkan oleh UK Meteorgical Office
sebagaimana dilaporkan DFID (2007), memprediksikan bahwa perubahan cuaca akan
menurunkan produksi pangan di Jawa Barat dan Jawa Timur akibat penurunan
kesuburan tanah sebesar 2-8 persen.
Degradasi
kesuburan lahan tersebut akan memicu penurunan produksi padi 4 persen per
tahun, kedele sebesar 10 persen serta produksi jagung akan mengaklami penurunan
luar biasa sampai dengan 50 persen. Menurut laporan Rossane Skirble (2007),
perubahan cuaca dan pemanasan global dapat menurunkan produksi pertanian antara
5-20 persen. Negara-negara dengan kondisi geografis yang lebih khusus seperti
India dan Afrika akan mengalami penurunan produksi pertanian yang lebih tinggi
lagi.
Ancaman dan krisis pangan dunia yang menggejala secara global sejak awal 2008 memiliki kaitan sangat erat dengan perubahan iklim global. Ancaman penurunan produksi pangan di berbagai negara oleh perubahan iklim yang memicu banjir, kemarau panjang dan kekeringan, kenaikan suhu, penurunan kualitas lahan dan lain-lain menjadi semakin nyata.
Para ahli menyarankan lima hal Upaya untuk mensikapi
dan menghambat laju pemanasan global ini yaitu :
1.
Pelestarian dan penanaman hutan tropis
2.
Pembatasan emisi karbon dioksida
3.
Menanam lebih banyak pohon
4. Daur ulang (Recycle)
dan gunakan ulang (Reuse)
5.
Gunakan
alat transportasi alternatif untuk mengurangi emisi karbon
Kesimpulan
dan Saran
Dengan
memperhatikan fakta, data dan prediksi yang telah dikemukakan diatas maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Pemanasan
Global dapat mengakibatkan terjadinya perubahan iklim secara global yang dapat
mengancam kelestarian kehidupan di bumi, dengan peningkatan suhu ini ndapat
memicu peningkatan suhu bumi, pencairan es dikutub, perubahan pola hujan, dan
peningkatan permukaan air laut.
2. Pemanasan global merupakan salah satu ancaman
serius terhadap keberlanjutan sistem produksi pertanian dan ketahanan pangan
nasional. Oleh karena itu diperlukan komitmen semua pihak untuk melakukan
mitigasi dalam upaya mengurangi laju melalui penurunan emisi GRK. Berbagai
inovasi teknologi diperlukan untuk mitigasi perubahan iklim dana daptasi untuk
mengurangi dampaknya. Sebagian dari teknologi tersebut sudah tersedia tetapi
perlu sosialisasi dan dukungan berbagai pihak dalam pelaksanaannya.
3. Pemanasan
global dapat kita sikapi dengan perubahan pola hidup kita antara lain dengan,
pengurangan penggunaan bahan bakar fosil, penanaman lebih banyak poho,
pelestarian hutan tropis, melakukan daur ulang (Recycle) dan
gunakan ulang (Reuse) serta
penggunaan transportasi alternatif yang lebih ramah lingkungan.
Daftar Pustaka
Boer, Rizaldi. 2003. Penyimpangan Iklim Di Indonesia. Makalah Seminar Nasional Ilmu Tanah.
KMIT Jurusan Tanah Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta.
http://science.nationalgeographic.com/science/environment/global-warming/gw-causes.html?nav=FEATURES
Laporan. 2008. Intergovernmental Panel on
Climate Change
(IPCC)
Ramadhani,
Kurnia Adhi. 2010.
materi Seminar Nasional Revitalisasi
Pembangunan Lingkungan Pertanian Menghadapi Global Warming . Banjarbaru. Universitas
Lambung Mangkurat,
Radjagukguk, R. Pertanian
Berkelanjutan dan Pemanasan Global. Yogyakarta. Fakultas
Pertanian. UGM
Turyanti, Ana. 2006. Dampak
pemanasan Global. Bandung.BMG
Tidak ada komentar:
Posting Komentar