Kamis, 13 September 2012

Analisis Lumpur Lapindo Brantas


MATA KULIAH PERSPEKTIF GEOGRAFI
KAJIAN FENOMENA GEOSFER LUMPUR LAPINDO
DOSEN PENGAMPU : Prof. Dr. DEWI LIESNOOR, M.Si


Disusun oleh Budi Santoso
NIM. 0309015022



What  (apa) fenomena apa yang terjadi ?
            Fenomena semburan Lumpur panas (mud fow)
Where (dimana). Dimana lokasi fenomena tersebut berada ?
            Lokasi Fenomena semburan Lumpur panas lapindo secara geografi terletak di di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo Tak jauh dari lokasi semburan terdapat jalan tol Surabaya-Gempol, jalan raya Surabaya-Malang dan Surabaya-Pasuruan-Banyuwangi (jalur pantura timur), serta jalur kereta api lintas timur Surabaya-Malang dan Surabaya-Banyuwangi,Indonesia Jawa Timur.
Letak astronomis antara111o 30' - 112o 35 BT dan 6o 40' - 7o 18' LS.
When (kapan). Kapan terjadinya terjadinya peristiwa ini?
            Peristiwa ini terjadi 27 Mei 2006


Why ( mengapa). Mengapa fenomena Lumpur lapindo terjadi ?
                        Setidaknya ada 2 aspek yang menyebabkan terjadinya semburan lumpur panas tersebut.
Pertama, adalah aspek teknis. Pada awal tragedi, Lapindo bersembunyi di balik gempa tektonik Yogyakarta yang terjadi pada hari yang sama. Hal ini didukung pendapat yang menyatakan bahwa pemicu semburan lumpur (liquefaction) adalah gempa (sudden cyclic shock) Yogya yang mengakibatkan kerusakan sedimen.7 Namun, hal itu dibantah oleh para ahli, bahwa gempa di Yogyakarta yang terjadi karena pergeseran Sesar Opak tidak berhubungan dengan Surabaya.8 Argumen liquefaction lemah karena biasanya terjadi pada lapisan dangkal, yakni pada sedimen yang ada pasir-lempung, bukan pada kedalaman 2.000-6.000 kaki.9 Lagipula, dengan merujuk gempa di California (1989) yang berkekuatan 6.9 Mw, dengan radius terjauh likuifaksi terjadi pada jarak 110 km dari episenter gempa, maka karena gempa Yogya lebih kecil yaitu 6.3 Mw seharusnya radius terjauh likuifaksi kurang dari 110 Km.10 Akhirnya, kesalahan prosedural yang mengemuka, seperti dugaan lubang galian belum sempat disumbat dengan cairan beton sebagai sampul. Diakui bahwa semburan gas Lapindo disebabkan pecahnya formasi sumur pengeboran.12 Sesuai dengan desain awalnya, Lapindo harus sudah memasang casing 30 inchi pada kedalaman 150 kaki, casing 20 inchi pada 1195 kaki, casing (liner) 16 inchi pada 2385 kaki dan casing 13-3/8 inchi pada 3580 kaki.13 Ketika Lapindo mengebor lapisan bumi dari kedalaman 3580 kaki sampai ke 9297 kaki, mereka belum memasang casing 9-5/8 inci. Akhirnya, sumur menembus satu zona bertekanan tinggi yang menyebabkan kick, yaitu masuknya fluida formasi tersebut ke dalam sumur. Sesuai dengan prosedur standar, operasi pemboran dihentikan, perangkap Blow Out Preventer (BOP) di rig segera ditutup & segera dipompakan lumpur pemboran berdensitas berat ke dalam sumur dengan tujuan mematikan kick. Namun, dari informasi di lapangan, BOP telah pecah sebelum terjadi semburan lumpur. Jika hal itu benar maka telah terjadi kesalahan teknis dalam pengeboran yang berarti pula telah terjadi kesalahan pada prosedur operasional
Kedua, aspek ekonomis. Lapindo Brantas Inc. adalah salah satu perusahaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang ditunjuk BP-MIGAS untuk melakukan proses pengeboran minyak dan gas bumi. Saat ini Lapindo memiliki 50% participating interest di wilayah Blok Brantas, Jawa Timur. Dalam kasus semburan lumpur panas ini, Lapindo diduga “sengaja menghemat” biaya operasional dengan tidak memasang casing. Jika dilihat dari perspektif ekonomi, keputusan pemasangan casing berdampak pada besarnya biaya yang dikeluarkan Lapindo. Medco, sebagai salah satu pemegang saham wilayah Blok Brantas, dalam surat bernomor MGT-088/JKT/06, telah memperingatkan Lapindo untuk memasang casing (selubung bor) sesuai dengan standar operasional pengeboran minyak dan gas. Namun, entah mengapa Lapindo sengaja tidak memasang casing, sehingga pada saat terjadi underground blow out, lumpur yang ada di perut bumi menyembur keluar tanpa kendali.
Who ( Siapa) siapa yang bertanggung jawab terhadap peristiwa ini, siapa yang menjadi korban .
Yang bertanggung jawab terhadap peristiwa ini adalah PT Lapindo Brantas sebagai perusahaan yang melakukan kegiatan pengeboran minyak secara tidak tepat.
            Yang menjadi korban dalam fenomena ini adalah penduduk yang berada di daerah sekitar lokasi semburan, antara lain penduduk Ds.Renokenongo pada khususnya dan rakyat jawa timur pada umumnya yang memanfaatkan akses jalan Tol maupun transportasi kereta api yang terkena dampak semburan Lumpur Lapindo.
How (bagaimana) Bagaimanakah cara menanggulangi fenomena semburan Lumpur lapindo ini ?
            Ada pihak-pihak yang mengatakan luapan lumpur ini bisa dihentikan, dengan beberapa skenario dibawah ini, namun asumsi luapan bisa dihentikan sampai tahun 2009 tidak berhasil sama sekali, yang mengartikan luapan ini adalah fenomena alam.
Skenario pertama, menghentikan luapan lumpur dengan menggunakan snubbing unit pada sumur Banjar Panji-1. Snubbing unit adalah suatu sistem peralatan bertenaga hidrolik yang umumnya digunakan untuk pekerjaan well-intervention & workover (melakukan suatu pekerjaan ke dalam sumur yang sudah ada). Snubbing unit ini digunakan untuk mencapai rangkaian mata bor seberat 25 ton dan panjang 400 meter yang tertinggal pada pemboran awal. Diharapkan bila mata bor tersebut ditemukan maka ia dapat didorong masuk ke dasar sumur (9297 kaki) dan kemudian sumur ditutup dengan menyuntikan semen dan lumpur berat. Akan tetapi skenario ini gagal total. Rangkaian mata bor tersebut berhasil ditemukan di kedalaman 2991 kaki tetapi snubbing unit gagal mendorongnya ke dalam dasar sumur.
Skenario kedua dilakukan dengan cara melakukan pengeboran miring (sidetracking) menghindari mata bor yang tertinggal tersebut. Pengeboran dilakukan dengan menggunakan rig milik PT Pertamina (persero). Skenario kedua ini juga gagal karena telah ditemukan terjadinya kerusakan selubung di beberapa kedalaman antara 1.060-1.500 kaki, serta terjadinya pergerakan lateral di lokasi pemboran BJP-1. Kondisi itu mempersulit pelaksanaan sidetracking. Selain itu muncul gelembung-gelembung gas bumi di lokasi pemboran yang dikhawatirkan membahayakan keselamatan pekerja, ketinggian tanggul di sekitar lokasi pemboran telah lebih dari 15 meter dari permukaan tanah sehingga tidak layak untuk ditinggikan lagi. Karena itu, Lapindo Brantas melaksanakan penutupan secara permanen sumur BJP-1.
Skenario ketiga, pada tahap ini, pemadaman lumpur dilakukan dengan terlebih dulu membuat tiga sumur baru (relief well). Tiga lokasi tersebut antara lain: Pertama, sekitar 500 meter barat daya Sumur Banjar Panji-1. Kedua, sekitar 500 meter barat barat laut sumur Banjar Panji 1. Ketiga, sekitar utara timur laut dari Sumur Banjar Panji-1.

Demikian analisis fenomena geosfer semburan Lumpur panas Lapindo di Sidoarjo. Jawa Timur

2 komentar: